Tampilkan postingan dengan label goal programming. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label goal programming. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Agustus 2021

Contoh Aplikasi Goals Programming

Artikel ini menyajikan contoh aplikasi goal programming pada masalah makroekonomi regional. Teorinya tersaji pada link berikut :

📁

Target Tercapainya Kebijakan Fiskal, Ketenagakerjaan, Investasi dan Ekspor di Jawa Barat

Yuhka Sundaya

Abstract. Penelitian ini bertujuan untuk [1]menentukan nilai output optimal sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa di Jawa Barat; [2] menganalisis tingkat pemanfaatan output sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa di Jawa Barat; dan [3] mengukur target tercapainya surplus/defisit anggaran pemerintah, penyerapan tenaga kerja, investasi dan permintaan ekspor di Jawa Barat. Dengan menggunakan program tujuan ganda maka disimpulkan bahwa [1] output sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa – jasa masing-masing harus mengalami kenaikan sebesar 1.29 miliar, 0.8 miliar, 7.75 miliar, 0.93 miliar dan 1.016 miliar rupiah untuk memenuhi keempat target yang ditetapkan, [2] output sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran telah dimanfaatkan 100 persen, hanya sektor jasa-jasa yang outputnya dimanfaatkan oleh kegiatan perekonomian sebesar 97 persen, dan [3] dilihat dari pencapaian target, menunjukkan bahwa target penyerapan tenaga kerja dapat dicapai oleh perekonomian Jawa Barat, sedangkan investasi dan permintaan ekspor berbagai komoditi mampu melebihi target. Dan disimpulkan pula bahwa pemerintah menggunakan strategi kebijakan fiskal ekspansioner yang dibuktikan dengan adanya anggaran pemerintah yang belum tercapai sebesar 12.77 milyar rupiah.

Keywords : Goal Programming 

1. Latar Belakang

Perekonomian Jawa Barat selama ini memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Tidak hanya melalui sumbangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)nya saja, akan tetapi selama ini Propinsi Jawa Barat telah menjadi tumpuan banyak penduduk untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Kebijakan ekonomi pemerintah memegang peranan penting di dalam mempertahankan prestasi ekonomi Jawa Barat. Oleh karena itu, pemerintah yang secara umum berfungsi sebagai alokator sumberdaya, dinamisator dan stabilisator dan distributor dituntut untuk menyusun kebijakan ekonomi yang tepat.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dalam mengukur prestasi suatu perekonomian. Walaupun berdasarkan indikator ini kita tidak dapat melihat kinerja perekonomian dalam aspek distribusi atau pemerataan pendapatan. Sehingga, sekurang-kurangnya pemenuhan kesempatan kerja dalam perekonomian merupakan pendekatan untuk menciptakan pemerataan pendapatan.

Pemerintah memiliki fungsi sebagai dinamisator perekonomian melalui kebijakan perpajakan, subsidi dan instrumen pengeluaran lainnya. Karenanya alokasi anggaran pemerintah harus didistribusikan secara optimal. Banyak penelitian dengan menggunakan program tujuan ganda yang bertujuan untuk mencari solusi optimum. Menurut Taha (1997) dan Nasendi (1985) sebenarnya program tujuan ganda tidak perlu atau tidak harus mencari nilai optimum, yang lebih moderat adalah program tujuan ganda dapat mencapai nilai tujuan yang efisien.

Dariah dan Sundaya (2005) mencoba melakukan simulasi kebutuhan investasi di Jawa Barat dalam upaya memenuhi target pertumbuhan beberapa sektor riil yang dilansir mampu meningkatkan pendapatan penduduk miskin. Hasil akhirnya, pertumbuhan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa disarankan untuk tumbuh di atas 200 persen agar mampu meningkatkan pendapatan buruh tani dan penduduk miskin kota dan desa di Jawa Barat hingga minimal pendapatan rumah tangga ini per bulan mencapai Rp1 600 000.

Mencermati exixting condition perekonomian Jawa Barat saat ini, nampaknya rekomendasi hasil simulasi tersebut membutuhkan waktu lama karena investasi terkait dengan penyediaan berbagai infrastruktur sebagai insentif bagi investor. Bagaimanapun, saat ini pemerintah memiliki keterbatasan di dalam hal penerimaan dan kapasitas perekonomian secara umum. Karenanya keterbatasan ini menuntut adanya prioritas-prioritas di dalam kebijakan ekonomi.

2. Rumusan Masalah

Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini memiliki semangat untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi. Sasaran tahun 2008 sebagai upaya untuk mencapai akselerasi pembangunan ekonomi tersebut adalah :

[1] Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) minimal 4,5 % per tahun
[2] Kemiskinan kurang dari 9 juta jiwa
[3] Pengangguran 6,5%-7,5% per tahun
[4] Minat dan realisasi investasi bertambah sampai 10-12 % per tahun
[5] Kontribusi peran KUKM terhadap PDRB meningkat
[6] Indek gini Jabar berada di bawah 0,28
[7] Meningkatkan kualitas infrastruktur wilayah

Kendala yang relevan dengan tujuan tersebut adalah kapasitas produksi sektor produktif. Selam krisis ekonomi intermediasi bank terhadap sektor riil semakin renggang dan beberapa sektor produktif mengalami penurunan di dalam outputnya.

Berdasarkan masalah tersebut, maka penelitian ini membatasi masalah dengan pertanyaan berikut :
"Bagaimanakah target tercapainya kebijakan fiskal, ketenagakerjaan, investasi, dan ekspor di Jawa Barat ?"

3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini secara spesifik adalah :

[1] Menentukan nilai output optimal sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa di Jawa Barat;
[2] Menganalisis tingkat pemanfaatan output sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa di Jawa Barat; dan
[3] Mengukur target tercapainya surplus/defisit anggaran pemerintah, penyerapan tenaga kerja, investasi dan permintaan ekspor di Jawa Barat.

4. Kerangka Teori

4.1 Peran dan Fungsi Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengumpulan dana yang dilakukan oleh pemerintah dan bagaimana mengalokasikan sumber daya finansial tersebut. Pada tataran operasional, kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen kebijakan pemerintah dari sisi permintaan yang berkaitan dengan besaran anggaran, dan dapat dipakai untuk mencapai target output, angka pengangguran dan inflasi pada tingkat tertentu. Dengan demikian kebijakan fiskal meliputi dua aspek utama, yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran dari budget pemerintah. Budget atau anggaran negara (APBN) merupakan wadah dimana kebijakan fiskal (pajak, pengeluaran, subsidi, proses alokasi dana) diinformasikan dan dijabarkan secara legal sebagai kebijakan negara (Depkeu, 2001).

Menurut Branson (1989; 75) kebijakan fiskal secara umum dinyatakan sebagai kebijakan bagaimana mengelola permintaan. Pada tataran operasional, kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen kebijakan pemerintah dari sisi permintaan berkaitan dengan besaran anggaran (struktur pajak, belanja pemerintah, dan subsidi) yang dapat dipakai untuk mencapai target output, angka pengangguran, dan inflasi pada level tertentu. Dengan demikian tujuan dari kebijakan fiskal ini (yang tentunya bersama-sama dengan kebijakan moneter) adalah untuk memelihara output mendekati full employment dan stabilitas tingkat harga (keseimbangan internal untuk kaus perekonomian tertutup). Munculnya excess demand akan menyebabkan inflasi, sedangkan ketidakcukupan dalam permintaan akan menimbulkan pengangguran secara temporer dan deflasi.

Berdasarkan arah perubahan nilai variabel target yang menjadi tujuan kebijakan, ada kebijakan yang bersifat ekspansi dan kontraksi. Kebijakan ekspansi yaitu kebijakan ekonomi makro yang mempunyai tujuan untuk memperbesar kegiatan ekonomi, yang umumnya diambil pada masa-masa perekonomian yang menghadapi banyak pengangguran dan kapasitas produksi nasional belum dalam pemanfaatan penuh. Sedangkan kebijakan kontraksi sebaliknya mempunyai tujuan untuk menurunkan kegiatan ekonomi, yang umumnya dilakukan pada masa-masa perekonomian dalam keadaan overemployment, yaitu keadaan dimana permintaan agregat melampaui besarnya kapasitas produksi nasional.

Kebijakan fiskal mempunyai empat fungsi atau tujuan utama, yaitu (Arief, 1996).

1. Fungsi alokasi. Fungsi alokasi ini menemukan keseimbangan yang tepat dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi. Dengan kata lain, fungsi ini berkaitan dengan cara pemerintah membelanjakan anggaranya ditinjau dari sudut sektor maupun daerah.

2. Fungsi Redistribusi. Fungsi ini melakukan proses redistribusi kekayaan dan pendapatan antara golongan ekonomi dalam masyarakat, sehingga dapat dikatakan kebijakan fiskal dapat mempengaruhi distribusi pendapatan.

3. Fungsi Stabilitasi. Fungsi Stabilitasi menentukan arah pertumbuhan dan kestabilan perekonomian nasional. Sehingga kebijakan fiskal adalah bagaimana menciptakan kondisi sehingga perekonomian dapat mengarah ke pemanfaatan sumberdaya secara penuh (full employment)

4. Fungsi Dinamisasi. Fungsi dinamisasi diwujudkan dalam bentuk perintisan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu seperti pemekaran kota dengan jalan antara lain memindahkan pusat kegiatan pemerintah daerah kelokasi baru, artinya pemerintah merencanakan dan memodali pembangunan dan paling bertanggung jawab dalampelaksanaannya dan berhak melakukan apasaja yang menurutnya pantas ditempuh demi pembangunan.

Penelusuran pengaruh APBN pada perekonomian nasional dapat dilakukan setidaknya melalui tiga jalur yaitu kebijakan sisi penerimaan (revenue policy), kebijakan pengeluaran (expenditure policy), dan kondisi keseimbangan anggaran yang bisa defisit, surplus atau berimbang (Depkeu, 2001).

Anggaran negara menjadi hal yang menjadi permasalahan ketika pengerluaran melebihi penerimaannya atau yang dikenal dengan defisit anggaran. Defisit tersebut harus dapat diatasi dengan mencari sumber pembiayaan defisit baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Mencari pinjaman atau berutang merupakan salah satu cara dan sekaligus cara yang diterapkan Indonesia untuk menutup defisit.

4.2. Utang Pemerintah

Pembiayaan defisit dengan utang merupakan cara yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dalam upaya mempertahankan kelangsungan anggarannya. Selain dengan utang, pembiayaan defisit dapat ditempuh dengan cara menjual aset negara dan memperoleh bantuan bantuan atau grant. Utang pemerintah untuk menutup defisit tersebut bisa berasal dari dalam negeri dan luar negeri.

Utang Dalam Negeri
Utang dalama negeri dapat dibedakan atas (Dornbusch dan Fischer, 1987):
1. Pinjaman langsung ke masyarakat berupa penjualan obligasi sehingga pemerintah memperoleh dana dari masyarakat.
2. Penjualan obligasi di pasar internasional
3. Pencetakan uang(money printing)

Dampak dari masing-masing utang tersebut akan berbeda efeknya pada kinerja makroekonomi.

Utang Luar Negeri
Utang luar negeri yang diperoleh selama ini berasal dari negara negara lain (bilateral) dan pinjaman dari beberapa lembaga keuangan internasional maupun dari kelompok-kelompok negara tertentu (multilateral). Utang luar negeri yang diperoleh biasanya disertai dengan komitmen-komitmen tertentu yang dinyatakan dalam memorandum of understanding (MOU).

4.5. Studi Sebelumnya

Dariah dan Sundaya (2005) pernah melakukan penelitian yang bertujuan untuk 1] mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi produktif yang berdampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan buruh tani dan golongan pendapatan rendah desa dan kota di Propinsi Jawa Barat (leading sectors), 2] mengestimasi besarnya investasi yang dibutuhkan oleh leading sektor tersebut sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tingkat pendapatan yang sesuai dengan tuntutan dalam Millenium Development Goals, dan 3] menentukan bentuk dan arah investasi yang efektif. Dengan menggunakan pendekatan Social Accounting Matrices tahun 2002 yang dikombinasikan dengan hasil survey, penelitian ini menyimpulkan bahwa pertumbuhan output leading sektor yang bias terhadap kenaikan pendapatan buruh tani secara simultan memberikan dampak paling besar pula terhadap kenaikan pendapatan golongan pendapatan rendah desa dan kota di Propinsi Jawa Barat. Dengan mengarah pada perbaikan kesejahteraan penduduk miskin melalui kenaikan pendapatan, hasil simulasi menunjukkan dibutuhkan investasi di sektor pertanian, sektor industri makanan, minuman & tembakau, sektor bangunan & konstruksi, sektor perdagangan, hotel & restoran dan sektor jasa-jasa secara berurutan sebesar Rp.44 078 juta, Rp.1 412 516 juta, Rp.70 906 852 juta, Rp.1 236 025 juta, dan Rp.137 684 juta. Dengan struktur investasi sektoral itu, pertumbuhan output kelima sektor di atas akan meningkat secara berurutan sebesar 240%, 260%, 296%, 272% dan 256%. Hasil akhirnya, pendapatan buruh tani menjadi sebesar Rp.291 382 per kapita per bulan dan pendapatan golongan pendapatan rendah dan desa menjadi lebih besar lagi yang secara berurutan menjadi sebesar Rp.1 018 968 dan Rp.833 092 per kapita per bulan. Untuk sektor pertanian, bentuk dan arah investasi lebih baik diarahkan untuk inovasi aspek kelembagaan, untuk sektor industri, makanan, minuman & tembakau lebih baik investasi diarahkan untuk riset diversifikasi utilisasi produk-produk pertanian menjadi makanan olahan yang beragam, untuk sektor perdagangan hotel & erstoran sebaiknya investasi diarahkan pada penataan kawasn perdagangan yang tepat dan optimal, untuk sektor bangunan dan konstruksi sebaiknya investasi diarahkan pada pembangunan infrastruktur yang mendesak untuk disediakan dan investasi di sektor jasa-jasa sebaiknya diarahkan pada terbentuknya lembaga yang dapat mentransfer teknologi kepada petani.

5. Metode Penelitian

5.1. Model Ekonomi

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari tabel Neraca Sosial Ekonomi Jawa Barat tahun 2002 (updating). Untuk memperoleh nilai yang efisien, maka penelitian ini mengaplikasikan program tujuan ganda (multiple goal programming) yang mana praktek perhitungannya dibantu dengan program komutasi LINDO. Program tujuan ganda dapat memberikan model ekonomi yang lebih realistis. Kenyataannya setiap target atau rencana tidak sepenuhnya tercapai. Karena program ini concern dengan isu tersebut, maka tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya relevan dengan program tujuan ganda atau goal programming. Model ekonomi dengan program tujuan ganda selengkapnya disajikan sebagai berikut :

Tujuan :
Minimisasi : Z = DU1 + DU2 + DU3 + DU4

Syarat ikatan :
Dimana :
DO1 = Target penyerapan tenaga kerja yang berlebih
DU1 = Target penyerapan tenaga kerja yang tidak tercapai
DO2 = Target investasi swasta yang berlebih
DU2 = Target investasi swasta yang tidak tercapai
DO3 = Target ekspor yang berlebih
DU3 = Target ekspor yang tidak tercapai
DO4 = Target surplus/defisit pengeluaran pemerintah yang berlebih
DU4 = Target surplus/defisit pengeluaran pemerintah yang tidak tercapai
Xi = sektor ke i, untuk i = 1, 2, 3, 4, dan 5;
ai, bi, ci, di, ei, fi, gi, hi, ii, dan ji adalah koefisien.


5 sektor ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Pertanian
2. Industri Manufaktur
3. Bangunan/Kontruksi
4. Perdagangan, Hotel & Restoran
5. Jasa-Jasa

Sesuai dengan penelitian sebelumnya, 5 sektor ekonomi tersebut ditonjolkan karena peranannya yang signifikan di dalam perekonomian Jawa Barat terkait dengan peningkatan pendapatan penduduk miskin.

5.2. Data

Tabel 1 menyajikan data yang akan digunakan dalam proses estimasi untuk menjawab tujuan penelitian yang ditampilkan dalam bentuk yang analog dengan input- output. Selengkapnya disajikan sebagai berikut.

Tabel 1. Tabel Input – Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 (miliar rupiah)
Sumber : BPS, data diolah
Keterangan :
RHS = right hand side atau nilai sisi sebelah kanan dari setiap variabel

6. Hasil dan Pembahasan

Hasil estimasi model ekonomi yang meminimisasi target penyerapan tenaga kerja, investasi, permintaan ekspor, dan surplus/defisit anggaran yang masing-masing belum tercapai dengan syarat ikatan ketersediaan output sektor produktif dan bahan baku impor menghasilkan berapa besarnya pertambahan output sektor produktif yang harus ditingkatkan, sisa output yang tidak terpakai dan terakhir besarnya target yang tidak tercapai atau yang melebihi target.

6.1. Output Sektor Pertanian, Industri Manufaktur, Bangunan/Konstruksi, Perdagangan, Hotel & Restoran Serta Jasa yang Optimal

Nilai output sektor produktif untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan ditampilkan dalam tabel 2.

Tabel 2. Nilai Output Sektor Produktif yang Optimal di Jawa Barat

Sektor Produktif

Perubahan

(miliar rupiah)

Pertanian (X1)

1.296207

Industri Manufaktur (X2)

0.802553

Bangunan/Konstruksi (X3)

7.751132

Perdagangan, Hotel dan Restoran (X4)

1.016017

Jasa-Jasa (X5)

0.930345

                      Sumber : Hasil Estimasi

Berdasarkan tabel 2 dinyatakan bahwa output sektor sektor produktif atau PDRB menurut lapangan usaha direkomendasikan untuk mengalami kenaikan sebesar 11.79 miliar rupiah dari periode sebelumnya. Sektor bangunan dan konstruksi yang menurut Dariah dan Sundaya (2005) memiliki dampak besar terhadap kenaikan pendapatan penduduk miskin nampaknya harus tumbuah lebih besar dibandingkan dengan sektor produktif lainnya. Output sektor ini harus meningkat sebesar 7.75 miliar rupiah. Sedangkan untuk sektor pertanian, industri manufaktur, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa harus mengalamai kenaikan masing-masing sebesar 1.29 triliun, 0.8 triliun, 1.0168 trilun dan 0.93 trilun.

6.2. Pemanfaatan Output Sektor Produktif di Jawa Barat

Tabel 3 menampilkan tingkat pemanfaatan output berbagai sektor produktif di Jawa Barat. Berdasarkan pada tabel 3 teridentifikasi bahwa output sektor pertanian di Jawa Barat yang telah dimanfaatkan 100 persen oleh kegiatan perekonomian di Jawa Barat. Begitupun dengan output sektor industri manufaktur, bangunan/konstruksi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hanya output sektor jasa yang baru termanfaatkan sebesar 97 persen. Sub sektor yang termasuk ke dalam sektor ini adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa lainnya termasuk jasa pemerintah, jasa pendidikan dan jasa sosial lainnya.

Tabel 3. Tingkat Pemanfaatan Output Sektor Produktif, Jabar

Sektor Produktif

Nilai Output, 2002

Sisa

(miliar rupiah)

Tingkat Pemanfaatan

(%)

Pertanian

5161,07

0

100

Industri Manufaktur

131456,00

0

100

Bangunan/Konstruksi

8961,00

0

100

Perdag, Hotel & Restoran

8653,42

0

100

Jasa-Jasa

20108,60

547.757324

97

                 Sumber : Hasil Estimasi

6.3. Pencapaian Target Kebijakan Fiskal, Ketenagakerjaan, Investasi dan Ekspor

Tabel 4 menampilkan target-target dari tujuan yang belum tercapai atau yang telah melebihi target.

Tabel 4. Pencapaian Target Kebijakan Fiskal, Ketenagakerjaan, Investasi dan Ekspor (miliar rupiah)

Target

DU/DO

Penyerapan TK

0

Investasi

36 199.68750

Permintaan ekspor

12 355.72265

Surplus/Defisit Anggaran Pemerintah

-12 765.18066

                        Sumber : Hasil Estimasi
                        Keterangan :
                        DU = target yang tidak tercapai (-)
                        DO = target yang berlebih (+)

Hasil estimasi dalam tabel 6 menunjukkan hal yang menggembirakan bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dikemukakan bahwa target penyerapan tenaga kerja di Provinsi ini mampu tercapai. Selain itu terdapat kelebihan dalam target investasi dan permintaan ekspor. Penanaman modal atau investasi yang melebihi target di Provinsi Jawa Barat sebesar 36.199 triliun dan ekspor berbagai komoditi yang melebihi target sebesar 12.36 triliun rupiah.

Sementara itu, dari sisi kebijakan anggaran nampak bahwa terdapat kekurangan penerimaan APBD Jawa Barat sebesar 12.77 miliar rupiah. Dengan perkataan lain selama ini pemerintah Provinsi Jawa Barat menggunakan kebijakan defisitnya untuk memacu roda perkonomian Jawa Barat. Hal ini mengindikasikan juga bahwa pemerintah menggunakan kebijakan fiskal eskpansioner yang hasilnya terihat bahwa target penyerapan tenaga kerja dapat terpenuhi.

6.4. Analisis Ekonomi Jawa Barat

Mencermati hasil-hasil estimasi yang diinterpretasikan dalam sub bab sebelumnya terlihat bahwa kinerja sektor produktif dan secara langsung maupun tidak langsung kinerja pemerintah dapat dinyatakan baik. Pernyataan ini di dukung oleh banyaknya target yang tercapai terutama target penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja merupakan akar persoalan perekonomian. Dengan terserapnya tenaga kerja dalam kegiatan ekonomi, maka dapat mendorong kenaikan output sektor produktif di Jawa Barat yang secara simultan meningkatkan dan mengembangkan pemerataan pendapatan bagi penduduk usia kerja atau angkatan kerja. Namun, kelemahan model ini tidak mengukur secara eksplisit tercapainya target pengurangan pengangguran. Namun demikian, secara sebaliknya dengan meminimisasi target penyerapan tenaga kerja yang tidak tercapai sekurang-kurangnya dapat mewakili isu tersebut.

Selama ini isu kekurangan modal di kalangan pengusaha mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan ekonomi agar mampu menyerap investasi dalam kegiatan produktif di Jawa Barat. Hasil estimasi menunjukkan terdapat kelebihan investasi masuk dari yang direncanakan. Berdasarkan hasil survey yang belum di publikasikan, ternyata banyak pengusaha kecil dan menengah yang mengembangkan usahanya dengan investasi yang bersumber dari keuntungannya dan modal keluarga. Tentu saja ini merupakan perilaku yang positif. Setiap keuntungan dan direinvestasikan akan memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja, seperti yang diprediksi oleh Lewis. Karenanya, dengan tercapainya target penyerapan tenaga kerja dan investasi ini, yang mana keduanya merupakan input dalam kegiatan produktif, maka secara simultan pula dapat meningkatkan output sektor produktif di Jawa Barat. Berdasarkan studi sebelumnya, investasi tersebut hendaknya divariasikan sesuai dengan karakteristik sektoralnya. Menurut Dariah dan Sundaya (2005), pertama, investasi di sektor pertanian hendaknya diarahkan pada perbaikan sistem pasar, terutama untuk mengurangi dominasi pengusaha pertanian yang mampu mengatur harga. Investasi lainnya disektor pertanian hendaknya diarahkan untuk pembangunan sumberdaya manusianya, dalam hal ini adalah petani, melalui intensitas kegiatan – kegiatan penyuluhan.

Kedua, bentuk investasi untuk pengembangan sektor industri makanan dan minuman adalah riset diversifikasi utilisasi produk-produk pertanian menjadi makanan olahan yang semakin beragam. Apalagi Jawa Barat khususnya Bandung sudah memiliki image sebagai pusat jajanan dan ragam makanan yang enak. Dan seyogianya hasil riset tentang utilisasi produk-produk pertanian menjadi makanan olahan yang semakin beragam dapat diterapkan di perdesaan, selain dekat dengan bahan baku, juga diharapkan akan menjadi stimulan untuk berkembangnya ekonomi perdesaan. Jika ini bisa diimplementasikan, sesuai hasil simulasi secara langsung akan mendorong berkembangnya sektor pengangkutan dan telekomunikasi.

Ketiga, untuk sektor sektor perdagangan adalah penataan kawasan perdagangan yang tepat dan optimal. Ini adalah bentuk investasi fisik yang diharapkan akan menjadi insentif besar untuk terjadinya peningkatan transaksi jual beli karena baik penjual maupun pembeli merasa lebih nyaman dan aman.

Keempat, bentuk investasi untuk pengembangan sektor bangunan adalah diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur yang mendesak untuk disediakan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong berkembangnya sektor ekonomi yang dilansir berdampak signifikan pada peningkatan pendapatan masyarakat miskin. Tepatnya apa, perlu kajian berikutnya.

Dan terakhir, bentuk investasi untuk pengembangan sektor jasa yang terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan petani lebih baik diprioritaskan pada inovasi kelembagaan diantaranya pembentukan dan penyebarluasan lembaga penyuluhan di perdesaan melalui sistem yang menarik buat calon penyuluh yang akan terlibat. Sedangkan yang lainnya identik dengan usulan sebelumnya seperti mengembangkan lembaga kerjasama diantara petani dan mengembangkan pasar lelang yang bisa diakses oleh lembaga petani secara langsung.

Dengan meleibihinya target ekspor yang teah ditetapkan, hal ini juga memberikan devisa bagi pemerintah sebagai salah satu sumber dana pembangunan lebih lanjut. Ditambah dengan kebijakan fiskal yang ekspansioner, maka semakin memungkinkan target-target sebelumnya tercapai. Biasanya kebijakan fiskal ekspansioner mampu mendorong tumbuhnya pendapatan atau produk domestik regional bruto yang sekaligus mendorong terserapnya angkatan kerja ke dalam kegiatan produktif.

Selanjutnya, jika mencermati nilai sisa output dalam perekonomian Jawa Barat, nampak bahwa hampir seluruh output dapat dimanfaatkan secara optimal, terbukti dengan tidak adanya sisa output dalam sektor produktif tersebut, kecuali sektor jasa-jasa. Di sektor ini nilai output yang tersisa hanya sekitar 3 persen, dengan perkataan lain 97 persen outputnya telah dimanfaatkan dalam roda kegiatan ekonomi Jawa Barat.

7. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

[1] Output sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa – jasa masing-masing harus mengalami kenaikan sebesar 1.29 miliar, 0.8 miliar, 7.75 miliar, 0.93 miliar dan 1.016 miliar rupiah untuk memenuhi keempat target yang ditetapkan.
[2] Output sektor pertanian, industri manufaktur, bangunan/konstruksi, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran telah dimanfaatkan 100 persen, hanya sektor jasa-jasa yang outputnya dimanfaatkan oleh kegiatan perekonomian sebesar 97 persen.
[3] Dilihat dari pencapaian target, sub bab 6.3 menunjukkan bahwa target penyerapan tenaga kerja dapat dicapai oleh perekonomian Jawa Barat, sedangkan investasi dan permintaan ekspor berbagai komoditi mampu melebihi target. Dan disimpulkan pula bahwa pemerintah menggunakan strategi kebijakan fiskal ekspansioner yang dibuktikan dengan adanya anggaran pemerintah yang belum tercapai sebesar 12.77 milyar rupiah.

Daftar Pustaka

Arief, S. 1996. Teori Ekonomi Makro Lanjutan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Branson, W, H. 1989. Macroeconomic Theory and Policy. Third Edition. Harper and Row Publisher, Singapore.
DepKeu. 2001. Mempertahankan Kelangsungan Anggaran Negara. Tim Asistensi Menteri Keuangan, Jakarta.
Dariah dan Sundaya. 2004. Kajian Sektor-Sektor Ekonomi yang Berdampak Signifikan Terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat Miskin di Jawa Barat (Pendekatan Social Accounting Matrices). dipresentasikan dalam Seminar BAPPEDA Jawa Barat Bandung. 15 Desember 2005
Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia. Penerbit Airlangga, Jakarta
Nasendi dan Anwar, 1985. Program Linier dan Dan Variasinya. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Taha, H. 1997. Operations Research an Introduction Sixth Edition. Prentice-Hall International. London.


[1] Staf Pengajar Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Unisba.


Goal Programming (Program Optimasi Tujuan Ganda)

GOAL PROGRAMMING

(Program Optimasi Tujuan Ganda)

Artikel ini Saya tulis ketika memelajari riset operasi. 

'Cites :
Sundaya, Y. 2005. Teori dan Latihan Metode Optimasi : Linear Programming. Perpustakaan Pribadi. Cimahi.

Meskipun saat ini solusi masalah optimasi dengan jumlah tujuan yang banyak telah disupport oleh banyak perangkat, namun logika dibalik cara kerja perangkat tersebut perlu dipahami logikanya. Artikel ini semoga bisa membantu memahami logika atau cara kerja optimasi tersebut. Materi pada artikel ini disadur dari :
Taha, H. 1997. Operations Research an Introduction Sixth Edition. Prentice-Hall International. London.

Pendahuluan

Linear Programming berfungsi untuk mencari solusi optimum dengan fungsi tujuan tunggal. Terdapat situasi dimana sebuah sistem mungkin memiliki tujuan berganda. Sebagai contoh, seorang politikus berjanji untuk mengurangi pinjaman nasional dan secara simultan mengurangi penerimaan pajak. Dalam situasi itu tidak mungkin menemukan soulsi tunggal yang mengoptimisasi tujuan yang bertolak belakang. Kita dapat mencari solusi yang kompromis didasarkan pada kepentingan relatif dari masing-masing tujuan.

Teknik goal programming digunakan untuk memecahkan masalah dengan model tujuan berganda. Ide prinsipnya adalah mengkonversi tujuan ganda awal ke dalam sebuah tujuan tunggal. Lebih lanjut, modal akan menghasilkan solusi efisien sebab hal itu tidak mungkin optimum yang terkait dengan masalah yang memiliki tujuan yang saling bertolak belakang.

Formulasi Goal Programming

Gagasan Goal Programming diilustrasikan dengan sebuah contoh. Misalnya, Bandung yang memiliki penduduk sebanyak 20 000 orang. Dewan kota kemudian sedang merumuskan pengembangan penerimaan pajak. Pajak tahunan yang diperoleh dari perumahan sebesar Rp 550 juta. Pajak tahunan dari makanan dan minuman dan penjualan umum sebesar Rp 35 juta dan Rp 55 juta, secara berurutan. Konsumsi gas lokal tahunan diperkirakan sebesar 7.5 juta galon. Dewan kota ingin mengembangkan tingkat pajak di dasarkan atas empat tujuan utama, yaitu :

Penerimaan pajak harus sekurang-kurangnya sebesar Rp 16 juta untuk memenuhi komitmen keuangan kota;
Pajak makanan dan minuman tidak lebih dari 10% dari seluruh pajak yang dikumpulkan;
Pajak penjualan umum tidak lebih dari 20% dari seluruh pajak yang dikumpulkan; dan
Pajak gas tidak lebih dari 0.2 rupiah per galon.

Misalnya, variabel xp, xf, dan xs menunjukkan tingkat pajak (dinyatakan sebagai proporsi) untuk perumahan, makanan dan minuman, serta penjualan umum dan variabel xg sebagai paja gas dalam rupiah per galon.
Tujuan dewan kota dapat dinyatakan sebagai berikut :

550xp + 35xf + 55xs + 0.075xg ³ 16 ... penerimaan pajak

35xf ≤ 0.1(550xp + 35xf + 55xs + 0.075xg) ... pajak makanan dan minuman

55xs ≤ 0.2(550xp + 35xf + 55xs + 0.075xg) ... pajak penjualan umum

xg ≤ 2 ... pajak gas

xp, xf, xs, xg ³ 0

Kendala tersebut diringkas sebagai berikut :

550xp +    35xf + 55xs + 0.075xg ³ 16

  55xp – 31.5xf + 5.5xs + 0.0075xg ³ 0

110xp + 7xf – 44xs + 0.015xg ³ 0

xg ≤ 2

xp, xf, xs, xg ³ 0

Masing-masing ketidaksamaan dari model menunjukkan sebuah tujuan yang mana aspirasi dewan kota terpenuhi. Bagaimanapun tujuan tersebut saling bertolak belakang dan pekerjaan yang terbaik adalah mencoba untuk mencapai solusi yang kompromis.

Tahapan untuk mencapai solusi yang kompromis tersebut adalah pertama, masing-masing ketidaksamaan dikonversi ke dalam tujuan yang fleksibel yang mana kendala dapat dilanggar, jika diperlukan. Dalam kasus Kota Bandung, tujuan yang fleksibel dapat dinyatakan sebagai berikut :
550xp +    35xf + 55xs + 0.075xg + S1+ - S1- = 16
  55xp – 31.5xf + 5.5xs + 0.0075xg + S2+ - S1- = 0
110xp + 7xf – 44xs + 0.015xg + S3+ -  S3- = 0
xg + S4+ - S4- = 2
xp, xf, xs, xg ³ 0
si+, si- ³ 0, i = 1, 2, 3, 4

Variabel non negatif Si+ dan Si- disebut dengan variabel deviasional sebagai mereka menunjukkan diviasi (penyimpangan) di atas dan di bawah sisi kanan kendala ke “i”. Variabel deviasional Si+ dan Si- bersifat dependen, dan karenanya tidak dapat menjadi variabel basic secara simultan. Artinya bahwa setiap iterasi simplex, satu dari dua variabel deviasional dapat diasumsikan bernilai positif. Jika, ketidaksamaan “i” semula berbentuk ≤ dan si+ nya > 0, kemudian tujuan ke “i” akan dipenuhi, dengan cara lain, jika si- > 0, maka tujuan ke “i” tidak dapat dipenuhi. Esensinya, pengertian variabel deviasional memutuskan kita untuk memenuhi atau melanggar tujuan ke “i”. Inilah bentuk fleksibilitas dari goal programming ketika mencoba untuk mencapai solusi yang kompromis. Secara alamiah salah satu solusi kompromis yang baik adalah menemukan minimisasi dari jumlah dengan mana masing-masing jumlah dilanggar.

Dalam model Kota Bandung sebelumnya, tiga kendala pertama berbentuk “³” dan kendala keempat berbentuk “≤”, keempat variabel deviasional menunjukkan jumlah dengan mana tujuan yang saling terkait dapat dilanggar. Kemudian, solusi kompromis yang harus ditemukan untuk memenuhi keempat tujuan yang memungkinkan sebagai berikut :
Minimisasi G1 = S1+
Minimisasi G2 = S2+
Minimisasi G3 = S3+
Minimisasi G4 = S4-

Fungsi tersebut adalah minimisasi syarat ikatan terhadap kendala persamaan dari model.

Bagaimana kita dapat mengoptimisasi model tujuan ganda dengan tujuan yang bertolak belakang ? Dua metode telah dikembangkan untuk memenuhi tujuan ini, yaitu [1] metode pembobotan (weighting method) - WM dan [2] metode pengutamaan (preemtif method) - PM. Masing-masing metode didasarkan atas konversi tujuan berganda ke dalam tujuan tunggal.

Melalui WM, sebuah fungsi tujuan tunggal dibentuk sebagai jumlah bobot dari fungsi yang menunjukkan tujuan dari masalah. Sedangka dalam PM dimulai dengan memprioritaskan atau mengutamakan tujuan dalam susunan yang terpenting. Model kemudian dioptimisasi dengan menggunakan satu tujuan pada suatu waktu, dan dalam beberapa cara bahwa nilai optimum dari tujuan prioritas tertinggi tidak dikurangi oleh tujuan prioritas terendah.

Tujuan kedua metode berbeda. Dalam pengertian bahwa kedua metode tersebut tidak akan secara umum menghasilkan solusi yang sama. Masing-masing metode, bagaimanapun, dapat diklaim superior sebab masing-masing teknik didesain untuk memenuhi kencenderungan pembuatan keputusan tertentu.

Sebagai ilustrasi dikemukakan salah satu contoh persoalan yang diselesaikan dengan menggunakan kedua metode tersebut. Perusahaan TopAd merupakan perusahan periklanan baru dengan 10 orang tenaga kerja telah menerima kontrak untuk mempromosikan produk baru. Agen tersebut dapat mengiklankan melalui radio dan televisi. Tabel berikut menyajikan data mengenai jumlah orang yang dapat dicapai oleh masing-masing bentuk iklan dan biaya serta tenaga kerja yang dibutuhkan.

 

Data/Iklan Minimal

 

Radio

Televisi

Pembukaan (dalam juta orang)

4

8

Biaya (dalam juta dollar)

8

24

Tenaga Bantuan

1

2


Selanjutnya, dalam kontrak TopAd dilarang untuk menggunakan lebih dari 6 menit dari iklan radio. Dengan penambahan, iklan dalam radio dan televisi perlu untuk mencapai sekurang-kurangnya 45 juta orang. TopAd telah menyusun anggaran untuk proyek tersebut sebesar $100 000. Berapa menit iklan di radio dan iklan di televisi yang harus digunakan oleh TopAd ?

Katakanlah, x1 dan x2 adalah jumlah menit yang dialokasilan untuk iklan di radio dan iklan di televisi secara berurutan. Formulasi goal programming untuk masalah tersebut dinyatakan sebagai berikut :
Minimisasi G1 = S1+ (penuhi tujuan pembukaan)
Minimisasi G2 = S2- (penuhi anggaran tujuan)
Syarat Ikatan :
4x1 + 8x2 + S1+ - S1- = 45 (tujuan pembukaan) ... [1]
8x1 + 24x2 + S2+ - S2- = 100 (tujuan anggaran) ... [2]
x1 + 2x2 ≤ 10 (batasan tenaga kerja) ... [3]
x1 ≤ 6 (batasan radio) ... [4]
x1, x2, S1+, S2+, S1-, S2- ³ 0 ... [5]

Kemudian, TopAd menganggap bahwa tujuan pembukaan dua kali lebih penting dari tujuan anggaran, maka kombinasi fungsi tujuan tersebut dinyatakan sebagai berikut :

Minimisasi Z = 2G1 + G2 = 2S1+ + S2-
Dengan syarat ikatan [1] s.d [5]

Solusi dengan menggunakan program Lindo menghasilkan Z = 10, x1 = 5 menit, x2 = 2.5 menit dan S1+ = 5 juta orang. Seluruh variabel sisanya sama dengan nol.

Dengan demikian, alokasi iklan untuk radio sebanyak 5 menit dan ilan di televisi sebanyak 2.5 menit akan menjaring orang sebanyak [(4x5) + (8x2.5) = 40 juta orang] dengan biaya atas kedua jenis ilan tersebut sebesar [(8x5) + (24x2.5) = 100 ribu).

Kenyataannya bahwa nilai optimum dari Z tidak sama dengan nol, hal itu menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya salah satu dari tujuan tidak tercapai. Secara khusus, S1+ = 5, artinya bahwa tujuan pembukaan (dari sekurang-kurangnya 45 juta orang) adalah kehilangan 5 juta individu. Sebaliknya, tujuan anggaran (tidak melebihi $100 000).

Goal Programming hanya menghasilkan sebuah solusi yang efisien terhadap masalah, yang mana tidak secara perlu mencapai optimum. Sebagai contoh, jika misalnya x1 = 6 dan x2 = 2, makaakan menghasilkan tujuan pembukaan yang sama [(4x6) + (8x2) = 40 juta orang), sedangkan biaya akan menurun [(8*6) + (24*2) = 96 ribu). Esensinya, Goal Programming hanya menemukan solusi yang hanya memenuhi tujuan dari model. Beberapa kekurangan dalam mencapai solusi oprimum memunculkan pertanyaan mengenai kemungkinan Goal Programming sebagai sebuah teknik optimasi.

Contoh Aplikasi


           

 

FITUR MICROSOFT MATH ADD-IN

  FITUR MICROSOFT MATH ADD-IN Yuhka Sundaya Departemen Ekonomi Pembangunan Unisba 2022 Klik menu “mathematics” pada MS.Word, sedemikian hing...